Sabtu, 03 Mei 2014

KRISIS GLOBAL & INVESTASI DI INDONESIA 


0. Pendahuluan

Krisis global, yang dipicu oleh krisis subprime mortgage sejak Juli 2007, telah menyebabkan krisis likuiditas dunia hingga saat ini. Krisis likuiditas di negara-negara maju ini menyebabkan sumber pendanaan untuk menggerakkan perekonomian berkurang, dan pada gilirannya akan menyebabkan turunnya pertumbuhan ekonomi. Sebagai lanjutan dari krisis global tersebut, IMF (World Economic Outlook database), memperkirakan pertumbuhan ekonomi advanced economies akan turun dari 2.7% di tahun 2007 diestimasikan menjadi 1.0 % di tahun 2008, dan diproyeksikan menjadi
-1.8% di tahun 2009.

Krisis likuiditas negara-negara maju ini menyebar (contagious) ke negara-negara berkembang (dan juga emerging market) melalui dua saluran utama. Pertama, lambatnya pertumbuhan ekonomi negara-negara maju akan menyebabkan ekspor negara-negara berkembang menjadi berkurang. Kedua, krisis likuiditas negara-negara maju menyebabkan investor di negara-negara maju menarik aliran dananya yang ditanamkan di negara-negara berkembang, atau terjadi capital outflow di negara-negara berkembang karena negara-negara maju kesulitan likuiditas.    

Penularan krisis dari negara-negara maju tentunya menyebabkan pertumbuhan ekonomi negara berkembang dan emerging economies ikut turun. IMF (World Economic Outlook database), IMF (World Economic Outlook database), memperkirakan pertumbuhan ekonomi emerging and developing economies akan turun dari 8.3% di tahun 2007 diestimasikan menjadi 6.3% di tahun 2008, dan diproyeksikan menjadi 3.3% di tahun 2009.

Akibat krisis global ini tidak ada satupun negara di dunia ini yang tidak terkena dampaknya, begitupun Indonesia. Indonesia diestimasikan akan mengalami penurunan pertumbuhan pada tahun 2008 menjadi 6.2%, dibanding tahun 2007 (6.3%), dan diproyeksikan akan mencapai pertumbuhan 5.0% di tahun 2009.  

Akibat dari krisis global ini, maka andalan kedepan untuk mengejar pertumbuhan ekonomi di tahun 2009 adalah dari sisi permintaan dalam negeri. Salah satu penggerak utama pertumbuhan ekonomi dari sisi permintaan dalam negari adalah mendorong investasi. Investasi yang diestimasikan akan tumbuh 12.4% di tahun 2008, diproyeksikan hanya akan tumbuh 7.5% di tahun 2009.

Untuk mendorong investasi ini, pemerintah berupaya melakukan kebijakan moneter dan fiskal. Pemerintah telah mulai menurunkan suku bunga. Suku bunga sudah diturunkan sejak November 2008 dari 9.5% hingga mencapai 8.75% di bulan Januari 2009. Pemerintah telah membuat paket stimulus fiskal dalam upaya mendorong investasi, antara lain: memberikan stimulus fiskal dalam upaya meningkatkan daya beli masyarakat dan memberikan potongan pajak.   

Berdasarkan fakta diatas, tulisan ini akan mendiskusikan beberapa hal terkait investasi di Indonesia. Pertama, proses penularan krisis global ke Indonesia dan dampaknya terhadap investasi. Kedua, langkah-langkah pemerintah dalam upaya mendorong investasi, dan kemungkinan dampaknya. Ketiga, prospek  investasi untuk lima tahun ke depan ( 2010-2014).


1. Penularan Krisis

Terdapat dua saluran proses penularan krisis, yaitu melalui saluran perdagangan internasional dan aliran modal.

Turunnya pertumbuhan ekonomi negara-negara maju akan menyebabkan pasar ekspor negara-negara berkembang berkurang. Tabel 1 memperlihatkan pertumbuhan ekonomi negara-negara maju (advanced countries), yang merupakan pasar ekspor negara-negara berkembang, diestimasikan hanya akan tumbuh 1.0% di tahun ditahun 2008, lebih rendah dibanding pertumbuhan tahun 2007, yaitu 2.7%, dan diestimasikan akan mengalami pertumbuhan negatif ditahun 2009, yaitu -1.8%.

Dewasa ini pasar ekspor dunia sudah mulai terdiversifikasi ke China. Namun, China juga akan mengalami perlambatan pertumbuhan ekonomi, sehingga pasar ekspor negara-negara berkembang juga akan turun di China. Tabel 1 memperlihatkan pertumbuhan ekonomi di tahun 2008 lebih rendah, yaitu 9.0% dibanding tahun 2007 (13.0%), di tahun 2009 diproyeksikan pertumbuhan ekonomi hanya 6,7%.

Berdasarkan Tabel 1, perlambatan ekonomi dunia ini menyebabkan ekspor emerging and developing economies diekspektasikan tumbuh lebih rendah, yaitu 5.6% di tahun 2008, dibandingkan 9.6% di tahun 2007, dan diproyeksikan akan tumbuh negatif di tahun 2009, yaitu -0.8%. 

Demikian juga dengan Indonesia, yang memperlihatkan kecenderungan menurun pada beberapa bulan terakhir 2008. Grafik 1 memperlihatkan ekspor nonmigas Indonesia memperlihatkan kecenderungan menurun pada bulan Oktober dan November, dan diperkirakan akan menurun pada bulan-bulan berikutnya. Grafik ini memperlihatkan bahwa dampak krisis global telah ditunjukkan dengan turunnya nilai ekspor nonmigas Indonesia pada beberapa bulan terakhir 2008.  

Krisis subprime mortgage sejak pertengahan Juli 2007 telah menyebabkan krisis likuiditas di Amerika Serikat dan negara-negara maju lainnya. Krisis likuiditas ini menyebabkan penurunan capital inflow ke negara-negara berkembang dan emerging countries. Tabel 2 memperlihatkan berkurangnya aliran modal ke negara-negara  berkembang, yaitu dari US$ 2,017.0 Billion di tahun 2007 turun (angka estimasi) menjadi US$ 1,344.3 Billion di  tahun 2008, dan diproyeksikan turun lagi menjadi US$ 1,293.6 di tahun 2009.     

Tabel 1: Pertumbuhan Ekonomi & Perdagangan Dunia

2007
2008
(est.)
2009
(proj.)
2010
(proj.)

Pertumbuhan Ekonomi
World Output
Advanced Economies
      United Status
      Euro Area
Emerging and developing economies


5.2
2.7
2.0
2.6
8.3

3.4
1.0
1.1
1.0
6.3

0.6
-1.8
-1.6
-2.0
3.3

3.0
1.2
1.6
0.2
5.0

Pertumbuhan Ekonomi
Japan
China
India
Emerging Asia (excl. China & India)


2.4
13.0
9.3
6.0

-0.3
9.0
7.3
3.7

-2.6
6.7
5.1
-0.7

0.8
8.0
6.5
3.6

Volume Perdagangan

Imports
    Advanced economies
    Emerging and developing economies
Exports
    Advanced economies
    Emerging and developing economies


7.2


4.5
14.5

5.9
9.6


4.1


1.5
10.4

3.1
5.6

-2.8


-3.1
-2.2

-3.7
-0.8


3.2


1.9
5.8

2.1
5.4

Sumber: IMF, World Economic Outlook (2009)


Grafik 1: Perkembangan Ekspor Non Migas 2008
Sumber: Badan Pusat Statistik (2009)


Tabel 2: Aliran Modal Netto Negara Berkembang dan Emerging Market
              (Billion US dollar) 
Sumber: IMF, World Economic Outlook (2008)

Dampak krisis likuiditas global ini juga terjadi di Indonesia. Tabel 3 memperlihatkan terjadi capital outflow (estimasi) tahun 2008 sebesar US$2.5 Miliar, dan diproyeksikan pada tahun 2009 sebesar –US$2.1 Miliar.

Untuk aliran modal jangka panjang (foreign direct investment, FDI) masuk berkurang pada tahun 2008, yaitu US$6.7 Miliar, dibandingkan tahun 2007 (US$6.9 Miliar), dan diproyeksikan turun lagi menjadi menjadi US$5.9 Miliar di tahun 2009.

Untuk aliran modal jangka pendek (portfolio investment) masuk berkurang pada tahun 2008, yaitu US$3.0 Miliar, dibanding tahun 2007 (US$10.0 Miliar), dan diproyeksikan sedikit naik lagi menjadi US$4.5 miliar. Tambahan pula, untuk aliran jangka pendek lainnya, pada tahun 2007 telah terjadi pembalikan aliran masuk sebesar –US$0.3 miliar.























Tabel 4: Perkiraan Neraca Pembayaran, 2010-2014
Sumber: BI (2009)


2. Dampak Terhadap Investasi

Salah satu komponen penggerak investasi adalah PMA. Krisis global menyebabkan likuiditas dana negara-negara berkembang semakin menyusut. Menyusutnya dana tersebut, menyebabkan negara-negara maju berupaya menarik investasinya di negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Tabel 3 memperlihatkan FDI yang masuk ke Indonesia berkeurang di tahun 2008, yaitu US$6.7 Miliar, nilai ini lebih rendah dibanding tahun 2007 (US$6.9 Miliar). PMA masuk kembali diproyeksikan lagi akan menyusut di tahun 2009 menjadi US$ 5.9 Miliar. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa terjadinya krisis global menyebabkan investasi di Indonesia akan menyusut di tahun 2008 dan 2009 dikarenakan berkurangnya PMA yang masuk ke Indonesia.

Salah satu sumber dana perusahaan adalah dana yang berasal dari pasar modal, yaitu saham dan obligasi. Adanya krisis global menyebabkan aliran dana jangka pendek (short term capital inflow) menjadi berkurang ke negara-negara maju, termasuk Indonesia. Tabel 3 memperlihatkan aliran modal jangka pendek (termasuk saham dan obligasi) yang masuk ke Indonesia berkurang di tahun 2008, yaitu US$3.0 Miliar, dibanding tahun 2007 (US$10.0 Miliar).

Namun demikian, dampak global melalui saluran aliran modal jangka pendek ini tidak terlalu besar dampaknya bagi investasi secara keseluruhan. Hal ini disebabkan karena sumber dana keuangan yang berasal dari non-bank (saham dan obligasi)  hanya memberikan kontribusi yang  kecil terhadap pendanaan investasi. Grafik 2, yang berasal dari data neraca arus dana, memperlihatkan selama kurun waktu 2001-2006 peranan lembaga perbankan berkisar antara 2.04% di tahun 2003 dan 0.35% di tahun 2006, sementara itu, kontribusi lembaga keuangan non-bank persentasenya lebih kecil yaitu rata rata kurang dari 1%.     

Grafik 2: Sumber Dana Bank dan Lembaga Keuangan Non-Bank
              
Sumber: Neraca Arus Dana, BPS(2006)

Dampak aliran modal adalah dampak langsung dari krisis modal terhadap investasi. Terdapat juga dampak tidak langsungnya. Adanya penurunan pertumbuhan ekonomi global menyebabkan dua hal (i) pasar ekspor negara-negara berkembang turun, dan (ii) turunnya berbagai barang ekspor di pasar dunia, lihat Grafik 3.

Turunnya pangsa pasar ekspor dan turunnya harga barang ekspor menyebabkan keinginan investor melakukan investasi berkurang, karena rendahnya harga ini menyebabkan investor berkurang hasrat untuk melakukan investasi, karena keuntungan yang didapatkan akan sangat rendah dikarenakan rendahnya harga barang ekspor.


Grafik 3: Commodity Price Indices and Average Petroleum Spot Prices
Sumber: IMF, WEO (2008)

Adanya ekspektasi rendahnya pertumbuhan ekonomi dalam negeri ini menyebabkan likuiditas kredit perbankan dalam negeri diperkirakan akan berkurang karena kepercayaan perbankan untuk mengucurkan kredit menjadi rendah (credit rationing). Tentunya rendahnya persetujuan kredit ini akan berakibat turunnya investasi. Grafik 4 memperlihatkan akibat ekspektasi rendah terhadap perekonomian dalam negeri selama 2008 maka tingkat persetujuan kredit modal kerja selama 2008 turun sejak bulan 2008. 

Grafik 4: Persetujuan Kredit Modal Kerja 2008
 Sumber: Bank Indonesia (2008)         

Terjadinya krisis global ditandai dengan turunnya indeks saham dan depresiasi mata uang domestik terhadap nilai tukar, baik di negara-negara maju maupun negara-negara berkembang, termasuk Indonesia. Indonesia pada tahun 1997 pernah mengalami masa nilai tukar rupiah terdepresiasi tajam, dimana depresiasi ini telah menyebabkan krisis kepercayaan, krisis ekonomi, dan sosial politik, sehingga depresiasi rupiah yang tajam merupakan hal yang harus dihindari.     

Salah satu cara untuk menghindari depresiasi rupiah ini adalah dengan menaikkan suku bunga. Namun, kenaikan suku bunga akan berakibat terjadinya penurunan investasi. Dengan demikian Indonesia—sebagai negara yang pernah mengalami krisis kepercayaan akibat terjadinya depresiasi rupiah yang tajam—selalu mengahadapi dilema bila menghadapi depresiasi rupiah, di satu pihak harus menaikkan suku bunga bila ingin menahan depresiasi rupiah yang tajam, dilain pihak harus menurunkan suku bunga bila ingin mendorong investasi, yang terpuruk diakibatkan krisis global.

Menghadapi kondisi dilema seperti ini maka yang seharusnya dilakukan pemerintah adalah menunggu ketenangan gejolak ekonomi dunia, terutama gejolak harga saham dunia, seperti Indeks Dow Jones, Hang Seng, Nikkei dan lainnya. Bila gejolak saham sudah mulai tenang, ini artinya bila pemerintah dapat menurunkan suku bunga, maka nilai tukar tidak akan terdepresiasi tajam.

Untuk menurunkan suku bunga ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu (i) ketenangan ekonomi dunia, dalam hal ini gejolak saham dunia, dan (ii) inflasi dalam negeri, artinya ekspektasi inflasi ke depan juga akan rendah, dengan rendahnya inflasi ini maka diperkirakan masih terdapat margin keuntungan antara suku bunga riil dan suku bunga nominal.

Berdasarkan Grafik 5 dan Grafik 6 terlihat ketika Global Stock Market Indices telah mulai membaik pada bulan November dan Desember 2008, dan inflasi juga telah mulai menurun pada bulan November dan Desember 2008, maka BI telah mulai menurunkan suku bunga pada bulan Desember 2008. Hal ini memperlihatkan bahwa dengan menurunnya suku bunga diharapkan investasi akan meningkat pada tahun 2009, dan tahun-tahun berikutnya.

Grafik 5: Saham Dunia
Sumber:







Grafik 6: Inflasi dan Suku Bunga Indonesia
Sumber: BI (2008)         


3. Kebijakan Pemerintah

Pada bagian sebelumnya dijelaskan bahwa salah satu kebijakan pemerintah adalah menurunkan suku bunga agar supaya permintaan dalam negeri, melalui kenaikan investasi, dapat mendorong pertumbuhan ekonomi, yang dilakukan antara lain, pada bulan January 2009, Bank Indonesia telah menurunkan suku bunga hingga mencapai 8,75% pada saat tingkat inflasi sudah mulai turun.    

Pada bagian ini kita menguraikan kebijakan pemerintah yang penting lainnya, untuk mendorong investasi, yaitu kebijakan fiskal, antara lain (i) mempercepat penyerapan proyek-proyek pemerintah dan BUMN (ii) menerapkan stimulus fiskal dan menyediakan stimulus fiskal tambahan untuk dunia bisis dan proyek-proyek infrastruktur (iii) mendorong sektor real dan mempromosikan ekspor, misalnya garansi pemerintah untuk fasilitas trade financing, dan (iv) menurunkan harga BBM, menerapkan mekanisme penyesuaian harga BBM bila terjadi perubahan harga minyak dunia, dan memberikan insentif dengan menurunkan harga minyak solar untuk dunia usaha dalam rangka mengurangi biaya perusahaan dalam menjalankan operasinya.       

Terkait dengan upaya melakukan stimulus fiskal, pemerintah berupaya mempertahankan kesimbambungan fiskal pada tahun 2009, dengan cara melakukan pemindahan kebijakan dari kebijakan fiskal yang defensif menuju pada kebijakan fiskal yang ofensif, seperti terlihat pada tabel di bawah ini:








Tabel 4: From Defensive Measures to Offensive Measures
 
Sumber: Departemen Keuangan (2009)

Untuk mengantisipasi krisis global, tahun 2009 pemerintah juga melakukan stimulus fiskal, yang ditujukan untuk tiga sasaran.

Pertama, meningkatkan penyerapan tenaga kerja dan mempercepat pertumbuhan usaha kecil dan menengah, yang dilakukam dengan pembangunan infrastruktur, antara lain: (i) mengurangi kemiskinan dengan memperkuat dan mempercepat  program PNPM (ii) mempercepat kredit program (KUR) untuk mendorong pembangunan sektor primer (iii) menambah proyek-proyek infrastruktur dalam upaya untuk menciptakan tenaga kerja tambahan.

Kedua, mendorong daya beli masyarakat yang dilakukan dengan (i) mensubsidi harga obat dan minyak goreng  (ii) mensubsidi langsung untuk masyarakat pendapatan rendah dengan cara memberikan cash transfer dan conditional cash transfer (iii) menyediakan subsidi langsung dan tidak langsung bagi sektor pendidikan dan kesehatan.

Ketiga, menstmulasi perdagangan dan mempromosikan kewiraswastaan, yang dilakukan dengan (i) memberikan fasilitas import duty untuk impor barang modal terpilih (ii) memberikan garansi untuk export financing (iii) pengurangan pajak untuk pendapatan perusahaan dan pendapatan individu, dan menaikkan batas minimum untuk pajak tenaga kerja (iv) mengurang biaya beban listrik untuk masa peak-hour untuk sektor industri dan pengurangan harga minyak disel.

4. Proyeksi Investasi 2010-2014

Dengan adanya krisis global, proyeksi pemerintah untuk 2009, dalam buku Rencana Kerja Pemerintah (RKP) sebesar 13.1%, diturunkan menjadi 7.5%. Angka 7.5% ini telah mengakomodasi upaya-upaya memerintah yang dilakukan terkait dengan kebijakan fiskal dan moneter dalam upaya mendorong investasi, seperti halnya didiskusikan pada sebelumnya. Asumsi lainnya adalah likuiditas luar negeri sangat terbatas, sehingga angka investasi ini hanya mengandalkan permintaan dalam negeri.   

Bank Dunia (2009) memperkirakan krisis global akan berbentuk U shape, artinya proses recovery dunia membutuhkan waktu yang cukup panjang. Kami memperkirakan membutuhkan waktu dua tahun ke depan, yaitu 2010 dan 2011. Angka pertumbuhan investasi masih mengandalkan permintaan dalam negeri dalam dua tahun tersebut, dengan pertumbuhan investasi diperkirakan 8.1% dan 8.7%.      

Setelah dua tahun mengalami proses recovery, pertumbuhan investasi kembali mulai tinggi pada tahun 2012-1014, yaitu 10.1%, 10.5% dan 11.1%. Kenaikan investasi ini sejalan dengan krisis global telah pulih sejak tahun 2012. Pulihnya ekonomi global ini dapat dilihat pada Tabel 3 Neraca Pembayaran.

PMA  naik dari US$3.2 Miliar di tahun 2011, hingga mencapai US$5.3 Miliar di tahun 2012, dan naik lagi menjadi US$6.6 Miliar di tahun 2013 dan US$7.5 Miliar di tahun 2014. Investasi Portopolio naik dari US$2.0 Miliar di tahun 2011, hingga mencapai US$3.5 Miliar di tahun 2012, dan naik lagi menjadi US$5.0 Miliar di tahun 2013 dan US$6.2 Miliar di tahun 2014. Investasi Lainnya naik dari -US$0.5 Miliar di tahun 2011, hingga    mencapai US$0.6 Miliar di tahun 2012, dan naik lagi menjadi US$1.3 Miliar di tahun 2013 dan US$2.3 Miliar di tahun 2014.

Berdasarkan pertumbuhan investasi diatas, maka kebutuhan investasi nasional selama lima tahun kedepan adalah Rp 10.042 Triliun, dengan kebutuhan investasi masing- masing untuk tahun 2010, 2011, 2012, 2013 dan 2014 adalah Rp 1.547,7 Triliun; Rp1.743,4 Triliun; Rp1.975,8 Triliun; Rp2.239,1 Triiun;  dan Rp2.536,0 Triliun.













Tabel 5: Proyeksi Pertumbuhan 2010-2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar